Dalam menulis sebuah entry blog yang asyik, kita dapat menggunakan
elemen-elemen penulisan kreatif yang kebanyakan dipelajari untuk membuat
sebuah karangan fiksi. Di bawah ini saya mencoba untuk memberikan tiga
elemen penulisan kreatif yang bisa diaplikasikan dalam membuat sebuah
entry blog yang menarik.
1. First Sentences yang Menarik
Let’s face it. Di dalam ranah dunia internet, kita semua somewhat
terkena ADD (attention disorder deficit). Pembaca punya attention span
yang rendah. Jika mereka tidak suka dengan blog kita mereka bisa dengan
mudah langsung pindah ke website lain dengan satu kali klik.
Nah, inilah mengapa kita perlu first sentence yang punya dahsyat di dalam entry kita.
Di dalam dunia perbukuan dan menulis, semua buku yang baik punya
first sentences yang engaging untuk membawa pembaca larut ke
kalimat-kalimat selanjutnya sampai buku tersebut habis. Di dalam dunia
blog, entry Anda juga harus punya first sentences yang cihui agar orang
tercantol dalam waktu singkat.
Apa yang terjadi jika Anda tersasar ke sebuah blog dan kalimat pertama yang Anda baca seperti ini:
“Gue pagi ini bangun terus gue mandi. Ke sekolah lagi. Males deh.”
Kemungkinan besar, Anda berpikir “Yeah, diary anak sekolahan lagi. Biasa
banget. Males ah.” Lantas Anda menutup browser tersebut.
Bandingkan jika Anda tersasar ke sebuah blog dan rangkaian kalimat yang pertama Anda baca seperti ini:
“Untuk pertama kalinya saya akan bercerita tentang sejarah “Seratus”
dalam hidup saya. Bukan karena cerita itu teramat penting dan besar,
tapi justru karena keremehannya yang luar biasa.”
Saya, begitu membaca first sentences barusan akan berpikir, “Apa sih
‘seratus’ ini? Seberapa remeh dia?” Selanjutnya, saya membaca tulisan
tersebut sampai habis. Tulisan yang kedua, saya kutip dari blog Dewi
Lestari.
Kecermatan dan kepiawaian kita untuk membuat first sentences yang
menarik akan membuat pembaca tergelitik untuk membaca kalimat-kalimat
berikutnya. Setelah itu, Anda hanya perlu konsisten untuk membuat
kalimat-kalimat berikutnya bisa sebaik kalimat yang pertama Anda buat.
Ingat, tulisan Anda harus punya hook. Anda harus punya sesuatu yang
merangsang rasa penasaran sekaligus keinginan pembaca yang tiba-tiba
tersasar. Tanyakan ini pada diri Anda sendiri: “Jika gue nyasar ke blog
gue sendiri dan ngebaca kalimat pertama ini, gue bakal mau baca sampe
abis gak ya?”
2. Buatlah Tulisan yang Ekonomis
Robert McKee, seorang lecturer dalam bidang penulisan, pernah berkata
“90% of first drafts is shit”. Ini berarti, kebanyakan, tulisan yang
pertama Anda buat pertama kali adalah jelek. Tulisan dalam sebuah first
draft adalah tulisan yang tidak terstruktur, patah-patah, dan lepas dari
otak Anda begitu saja. Kemungkinan besar, tulisan di draft pertama Anda
juga adalah tulisan yang verbosal, yaitu tulisan yang terlalu boros
kata-kata dan tidak ekonomis.
Nah, sebelum Anda mengklik tombol “post” itu, coba cek kembali apa
yang telah Anda tulis. Apakah penggunaan kalimatnya sudah logis? Cek
kembali logika kalimat yang salah. Cek kembali ejaan, atau terminologi
yang benar. Bunuh semua kata yang tidak perlu. Tulisan yang baik adalah
tulisan yang tight: kencang dan sempit. Perhatikan pacing tiap kalimat.
Kata demi kata. Apakah tulisan Anda punya tempo yang enak untuk diikuti?
Tulisan yang baik adalah tulisan yang seperti musik, ada tempo teratur,
ada jeda untuk menarik napas, ada nada yang mengalir.
Baca kembali first draft Anda sebagai seorang pembaca, cek dulu
apakah diksi yang Anda gunakan tidak redundan. Misalnya, Anda menemukan
kalimat: “gue pergi ke rumah gue pas adek gue pulang dari kampus
malem-malem”, ini jelas redundan. Coret semua kata “gue” hingga
kalimatnya lebih efektif dan ekonomis, menjadi: “Gue pergi ke rumah, pas
adek pulang dari kampus.”
Seperti yang kebanyakan orang bilang, first draft ditulis hanya untuk
“mengeluarkan apa yang ada di kepala”. Draft kedua ditulis untuk
“memperbaiki apa yang sudah ditulis.” Dan draft ketiga untuk “membuat
tulisannya bersinar”. Jangan terburu-buru dalam menulis sebuah tulisan,
buatlah menjadi semenarik mungkin.
3. Menemukan dan Menggunakan Voice Anda Sendiri
Pernahkah Anda mengangkat telepon, dan hanya dari mendengar suara orang
tersebut Anda mengenali siapa yang sedang berbicara dengan Anda? Setiap
manusia diciptakan dengan warna suara yang berbeda-beda. Apa yang
cempreng, ada yang berat/husky, ada yang kayak orang kejepit. Apa pun
itu, warna suara dapat membedakan antara satu orang dengan orang yang
lain.
Seperti halnya dengan dunia penulisan, setiap penulis yang baik pasti
punya “voice”-nya sendiri. Anda tahu bagaimana gaya khas Hilman
Hariwijaya dalam menulis. Anda tahu, bagaimana tulisan Gunawan Muhammad
ketika Anda membacanya. Atau bahkan, Anda bisa menebak diksi (kosakata)
apa yang biasanya ada dalam esai-esai politik Eep Saefuloh Fatah. Gaya
menulis Djenar Maesa Ayu, gaya Ayu Utami, mereka punya gaya yang khas.
Semua penulis tadi punya voice yang begitu khas sehingga orang tahu,
begitu membaca tulisan mereka, itu adalah tulisan mereka.
Cara paling gampang untuk tahu apakah Anda sudah punya voice atau
belum: jika ibu Anda membaca tulisan Anda, tanpa diberitahu bahwa itu
adalah milik Anda, dan dia bisa bilang, “Wah, ini tulisan anak saya.”
Berarti selamat, Anda sudah punya voice.
Voice yang khas membantu kita untuk mendeferensiasikan diri dari
penulis yang lain. Dalam menulis blog, voice yang khas juga akan membuat
kita terlihat berbeda dari penulis blog-blog yang lain. Punya voice
akan memisahkan kita dari “blogger lainnya” menjadi “blogger yang itu
tuh, yang tulisan begini nih…”. Ndoro Kakung, misalnya masuk ke dalam
contoh blogger yang punya voice yang sangat khas.
Lantas, bagaimana cara menemukan voice kita sendiri? Jawabannya
sederhana: banyak membaca dan berlatih. Dengan membaca banyak buku yang
ditulis penulis lain, sambil menganalisa-nya, kita akan dengan
sendirinya mengadaptasi gaya-gaya mereka untuk memperkuat personality
dan voice kita sendiri. Mengadaptasi, tentu saja, bukan berarti mencuri.
Layaknya Nidji yang mengagumi britpop, terutama Coldplay, sampai
akhirnya bisa menemukan kekhasan aliran lagu miliknya sendiri, mereka
berhasil membuat voice yang khas pada karya-karyanya. Atau layaknya
Tohpati yang pada awalnya mendengarkan pilihan-pilihan nada yang
dimainkan gitaris John Scofield, pada akhirnya Tohpati memelajari dan
mengadaptasi permainan gitar orang lain hingga akhirnya dia menemukan
sebuah gaya yang uniquely his.
Pelajari bagaimana kekuatan Haruki Murakami dalam mengkonstruksi
sebuah dialog, pelajari narasi Chuck Palahniuk yang minimalistik dan
maskulin, pelajari bagaimana Hilman Hariwijaya menggiring orang untuk
tertawa. Satukan apa yang telah Anda pelajari, tanamkan dalam-dalam
dalam diri Anda, dan keluarkan personality Anda sendiri. Keluarkan voice
Anda.
Dengan banyak membaca Anda akan mendapatkan banyak referensi. Di
samping itu, dengan banyak berlatih Anda akan tahu cara penyampaian
seperti apa yang paling asik untuk Anda. Anda akan memilih diksi yang
paling mewakili gaya tulisan Anda. Menulis dan berlatih, dan jadilah
berbeda dari orang-orang yang lain.
Tentu saja, tiga elemen di atas hanya sebagian kecil contoh bagaimana
kita menggunakan elemen penulisan kreatif untuk membuat postingan blog
kita menjadi lebih baik. Masih banyak elemen-elemen lain: komposisi
narasi vs dialog, deskripsi yang efektif, setting dan konteks, dan
lain-lain.
Hope that helps!
Source : http://radityadika.com/
No comments:
Post a Comment